Teman Ami anak pantai atau anak gunung?
Kalau aku sendiri entah pantai atau gunung semuanya menyenangkan untuk healing.
Pertengahan Desember 2021, tanggal 15, wacana ke pantai motoran berhasil terealisasikan. Rencana healing ke pantai ini sebenarnya sudah digaungkan sejak September ke daerah Pacitan. Berangkat dari Solo sore hari dan menginap di dekat pantai yang kita tuju. Lalu pagi harinya menikmati sunrise ditemani deburan ombak. Kebayang nggak sih serunya.

Nyatanya realita tidak seindah rencana. Antara pantai di Pacitan yang belum dibuka, cuaca buruk, nunggu jadwal seleksi, dan tidak diizinkan orangtua. Oke baiklah, kami sabar menunggu.
Setelah menunggu tiga bulan lamanya wacana ke pantai motoran untuk healing alhamdulillah terealisasi juga. Meskipun tidak sesuai rencana awal, sebab anggaranku untuk menginap sudah dipakai yang lain. Memilih pantai yang lebih dekat dan tidak menginap menurutku pilihan yang tepat untuk tetap bisa healing. Pantai Slili, Gunung Kidul menjadi pilihan hati tanpa pening.
Pantai Slili yang Dinanti-Nanti
Setelah perjalanan 2,5 jam dari Kota Solo sampai juga di Pantai Slili. Mantan rider Solo-Semarang berhasil sampai Pantai Slili tanpa tukar pengemudi. Ya iyalah mau tukar dengan siapa? Hehe.
Saat memarkirkan motor suara deburan ombak seolah menyambut kedatangan kami. Tanpa menunggu lama aku dan kawanku langsung menuruni 3-4 anak tangga untuk menuju pantai. Hamparan pasir putih langsung melesakkan alas kaki dan memberatkan langkah kami. Perlahan-lahan tapi pasti kami mencari sudut pantai yang lebih sepi.

Akhirnya kami menemukan sudut yang tepat. Pemandangan yang tidak hanya laut lepas. Namun, dua bukit kecil di kanan kirinya, jajaran batu karang, dan gugusan awan yang kelabu turut membingkai. Itulah lanskap pantai yang kudapatkan hari ini. Kamipun langsung menggelar tikar portabel yang dibawa dari rumah. Merebahkan seluruh barang bawaan beserta raga yang mulai pegal-pegal.
Sembari menikmati udara pantai, satu persatu dari kami mengeluarkan bekal masing-masing. Kawanku mengeluarkan bekal paket lengkap: nasi, sayur pecel, lauk, kerupuk, dan buah. Sedangkan aku mengeluarkan cemilan oleh-oleh dari Jepara dan sebotol teh panas. Tanpa menunggu lama kami langsung menyantap bekal masing-masing. Masyaa Allah nikmatnya.

Tenaga sudah terisi dan lelah sudah berkurang, kamipun langsung bersiap. Melindungi kulit dari paparan sinar matahari menggunakan tabir surya. Lalu lanjut memastikan barang-barang aman tidak dibawa orang. Awan kelabu mulai berarak mendekat dan titik-titik hujan mulai dirasa. Tikar portabel langsung berganti menjadi mantol dadakan untuk barang-barang.
Hujan Tak Menyurutkan Langkah Bermain di Pantai Slili
Rinai hujan menghiasi Pantai Slili. Ada sebagian pengunjung kocar-kacir mencari tempat teduh. Tapi kami tetap bersikukuh dan tentu tak mengeluh untuk bermain di pantai ini. Begitulah kalau berwisata di musim penghujan. Harus siap dengan kondisi yang ada.
Masih ada untung. Untungnya bukan hujan lebat dan tidak ada petir. Jadi, masih bisa menikmati keindahan pantai ini. Bermain ombak, berendam air laut, bermain pasir, dan berjalan menyusuri karang.
Di tengah menikmati pantai, pandanganku tidak luput dari bapak-bapak berkaos putih, berkacamata renang, dan karung yang tak lepas dari tangannya. Si bapak itu tak takut dengan gulungan ombak yang menghampirinya. Ia tetap menyelam dan mencari sesuatu di bawah sana. Sesekali ia ke tepi tebing untuk memindahkan temuannya.

Kamipun penasaran dengan apa yang bapak berkaos putih itu cari. Selagi bapak itu menyelam lagi kami menengok isi karung yang ia letakkan di dekat tebing. Ternyata tumpukan rumput laut.
Rasa kepo tiba-tiba mulai memenuhi kepala. Niat hati jika bapak pencari rumput laut sudah ke tepian lagi aku ingin berbincang dengan beliau.
Tiba-tiba hujan agak deras. Kami berlari menyelamatkan seonggok barang yang sudah berkamuflase dengan pasir pantai untuk menggotongnya menuju bawah tebing. Tapi, si bapak pencari rumput laut sudah tidak ada dan karung di dekat tebing juga nihil. Ya sudahlah.
Di bawah tebing ini kami istirahat sejenak dan memikirkan cara agar barang-barang ini tetap aman tanpa basah. Sebab kami berencana jalan menyusuri Pantai Slili sisi yang lain menuju tulisan welcome Krakal.
Akhirnya, baju-baju ganti diamankan di motor dan membawa barang penting seperti dompet dan handphone ke dalam ransel. Supaya handphone tetap aman dimasukkan ke dalam wadah anti air. Enggak lupa tikar portabel tetap di bawa.
Let’s go ! Menuju Tulisan Welcome Krakal
Dari Pantai Slili sangat nampak tulisan welcome Krakal. Kami ingin menutup perjalanan hari ini dengan berjalan di pinggir pantai hingga ke sana. Tapi, baru beberapa meter berjalan badan terasa limbung. Pasirnya berbeda dengan pasir yang tadi. Pasir yang ini lebih dalam ditambah baju yang basah sehingga susah berjalan. Kami berdua menyerah karena kepayahan.
Barang bawaan kembali diletakkan. Barang diamankan di bawah pondok-pondok kecil yang berada di tepian Pantai Slili. Kamipun berlanjut berendam dan bercengkrama diiringi ombak yang lebih besar. Tak jarang deburan ombak mengenai wajah dan rasa asin menyelinap di mulut.
Lokasi Pantai Slili
Pantai Slili terletak di Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus, Gunung Kidul, Yogyakarta. Kurang lebih 86 km dari Solo. Pantai Slili ternyata pantai yang nyempil di antara Pantai Sadranan dan Pantai Krakal. Harga tiket masuk pantai per orang dikenai Rp 10.000,00. Tiket retribusi menurutku hampir sama untuk seluruh pantai. Untuk parkir motor Rp 3.000,00 dan mandi di toilet Rp 3.000,00/ orang.
Rute Perjalanan Dari Solo Menuju Pantai Slili
Jarak tempuh dari Solo menuju Pantai Slili sekitar 86 km. Kami berangkat mengambil rute: Wonorejo- Juwiring- Pedan- Cawas- Semin- Ngawen- Semanu- Tepus.
Saat di daerah Cawas kalau enggak salah, kami melewati pengrajin genteng. Sepanjang jalan kampung di sisi kanan dan kirinya berjejer genteng yang sedang dikeringkan. Aku juga sempat mencium bau sesuatu yang dipanggang. Mungkin gentengnya sedang proses pemanggangan.

Dari padatnya rumah hingga rumah antara satu dengan yang lain terpisah jauh. Hamparan sawah, hamparan jagung, lalu kanan kiri hutan jati. Jalanan beraspal mulus, jalan berlubang, dan jalan cor-coran menjadi penghias perjalanan ini. Ditambah dengan bumbu nyasar dikit. Kalau enggak nyasar enggak seru. Itu mah hanya menenangkan diri supaya enggak panik. Qodarulloh melenceng dikit, satu kilometer dari rute ke Pantai Slili. Padahal handphone selalu dipegang untuk memantau rute. Hadeh.
Saat pulang kami mengambil rute yang berbeda. Mengingat rute saat berangkat, terutama di daerah Semanu, tidak banyak rumah penduduk dan tidak banyak lampu penerang jalan. Kami sadar diri karena hanya berdua dan perempuan semua. Lebih aman mencari jalan lain, meskipun perjalanan akan lebih lama.
Rute pulang melalui Wonosari, Yogyakarta menjadi pilihan. Berikut rute yang kami ambil sesuai Gmaps: Tepus- Jalan Baron- Jalan Kyai Legi- Jalan Nasional III- Jalan Wonosari- Jalan raya piyungan- Prambanan- Jalan raya Yogyakarta- Jalan Pemuda- Klaten- Kartasura- Solo.
Ekspektasiku di Pantai Slili
Mengingat kondisi masih pandemi, berlibur di hari aktif dan berangkat agak pagi menjadi pilihan tepat. Ekspektasiku Pantai Slili ialah pantai yang sepi seperti pantai pribadi jika berlibur di hari aktif. Enggak jauh beda dari foto temanku yang berkunjung 3 minggu yang lalu.
Ternyata, sampai di Pantai Slili sudah ramai. Tidak hanya kendaraan pribadi namun bus-bus pariwisata banyak terparkir di parkiran. Wadidaw! Makin siang wisatawan makin banyak yang berdatangan. Jika dilihat dari kacamataku kebanyakan para pelajar sedang study tour. Untungnya kami sudah beranjak untuk pulang.
Selain ekspektasi seperti pantai pribadi, cuaca cerah menjadi hal yang diidam-idamkan bagi wisatawan. Tapi, hmm, langit tetap kelabu hingga aku meninggalkan Pantai Slili. Sudahlah tidak apa-apa, namanya berwisata di musim penghujan.
Dari keseluruhan perjalanan ke Pantai Slili menurutku healing yang nggak gagal-gagal amat. Dan benar-benar healing tanpa pening untuk masalah keuangan. Percaya nggak percaya total biaya di bawah Rp 50.000,00/ orang, lho.

Gitu dulu ya, sampai jumpa diperjalanan berikutnya.
Apapun yang terjadi nikmatilah perjalananmu, ya, Teman Ami.
Aku anak gunung apa pantai ya 🙄 lahir di kabupaten gunung Lawu tapi kena suhu 20° C aja menggigil 🥶
Lebih betah di kota tempatku dibesarkan, kota pahlawan yg akrab dgn pesisir selat Madura dan panas
Mbok kapan2 aku diajak dolan😆 pantai Slili-nya bikin penasaran
LikeLike
Tubuh sudah beradaptasi dengan suhu panas mungkin ya mbak?
Yuk mbak agendakan main bareng, hehe.
LikeLike
aku bukan anak gunung, juga bukan anak pantai. Tapi melihatliputan pantai Slili jadi kepingin ke sono. Mana ada pasir putih (putih enggak sih) lagi. Maklum baru sekedar melihat pantai yang ada di foto/gambar saja. Pengen tenan.
LikeLike
Pasirnya putih mbak tapi enggak halus banget, hehe. Ayok mbak kalau keadaan sudah membaik bisa main ke pantai, hehe
LikeLike
Beberapa kali ke Guning kidul tapi saya belum pernah ke pantai slili, padahal cantik juga pemandangannya, namun kalah dengan Krakal.. Biasanya saya jalan2 dengan keluarga untuk berlibur dan mengusir penat dari aktifitas harian yang monoton. Sayang saat ini musim hujan dan pandemi, shg kami hrs menunda liburan.
LikeLike
Pantai Slili dekat dengan Karakal Mbak Elis. Semoga pandemi segera usai ya mbak biar bisa jalan-jalan santuy tanpa masker kaya dulu
LikeLike
Pantai di area Gunung Kidul memang cantik ya dan berpasir putih relatif bersih juga pantainya jadi nyaman untuk piknik, strong juga dirimu motoran jarak jauh begitu hehe daebak
LikeLike
Hu.um mbak betul sekaliii. Alhamdulillah masih kuat mbak. Ya endingnya agak boyokan dikit, hehe
LikeLike
Aku anak Indonesia hahahaha. Lahir dikelilingi pegunungan, tapi saban liburan maunya ke pantai.
Kalau dekat, pasti tak sambangi Pantai Slili. Udah murah, juga masih asri.
Terus bisa ketemu bapak yang tadi. Kayaknya beliau mau bikin nori hihihi.
Makasiiih Mbak Ami udah ajak jalan-jalan kami.
LikeLike
Sama-sama Mbak Aryanty
LikeLike
enak juga nih ke pantai slili bekelnya nasi pecel hehehehe…. baca tulisan mba , aku membayangkan mba begitu menikmati rekreasi ini dan itu aja udah bikin yang baca ikut seneng mba. itulah ya keajaiban tulisan yang ditulis dengan hati, rasanya nyampe ke pembaca. stay healthy ya mbaaaa biar bisa jalan-jalan ke pantai-pantai lain dan ceritakan di blog. minimal kayak saya org kota yang susah bia jalan ke pantai jadi bisa ikut membayangkan keindahan dan kenikmatan tepi pantai eeeeaaaaa
LikeLike
Alhamdulillah seneng deh baca komennya Mbak Opi. Doakan biar bisa terus menulis ya mbak
LikeLike
Sama: buatku pantai itu benar-benar healing. Kebetulan mertuaku asli Kebumen, persisnya pinggir pantai Petanahan. Jadi, serasa wajib: tiap berlibur ke rumah mertua, wajib ke pantai, nunggu matahari terbit sembari ngemil kacang rebus….Siiip, Mbak, telah ngingetin ini.
LikeLike
Saya belum kesampaian nih Pak nunggu matahari terbit di pantai, hehe. Semoga masih diberi kesempatan untuk menikmatinya. Hehe
LikeLike
entah sudah berapa tahun aku ga kepantai, hahaha, boleh juga nih ke pantai slili, jadi agenda kalau ke jogja lagi. kelihatannya bersih dan terawat ya di pantai ini, kedua tebingnya ini jadi tempat yang bagus untuk berfoto2 ya..
LikeLike
Di tebingnya juga boleh didaki lho mbak. Nanti udah ada jalan setapaknya. Jadi lihat pantai dari ketinggian.
LikeLike
Pantai atau gunung, saya suka mbak. Soalnya lebih suka wisata alam daripada wisata kota. Kalau disuruh milih pantai atau wisata belanja ngemall, saya pilih pantai. Kalau healing ke mall malah bahaya, bikin kanker 😁
LikeLike
Waah bener mbak, kanker aka kantong kering🤣🤣🤣
LikeLike
Seruu banget mantai di joga.. ugh kangen Jogja pakai banget.. pantai-pantai disana memang bagus-bagus. Aku tertarik sama rumput-rumput lautnya, itu bisa dimakan ngga ya?! Hmm sepertinya bapak-bapaknya mengumpulkan juga untuk di konsumsi.. menarik!
Jadi keinget dulu ketika camping di pantai dan bukit di jogja. Kalau mbak Ami ada waktu, boleh mbak mencoba camping di pantai Kesirat, dulu aku kesana tetapi masih belum ada apa-apa jadi masih asri dan masih ada kera liar. Apa mbak Ami juga suka camping? Seneng deh kalau ketemu travel blogger ketika blog walking hehe 😀
LikeLike
Aku kemarin nyoba ngicipi dikit mbak. Rasanya kaya plastik, wkwk.
Wah seru camping! Aku suka camping waktu SMA, tapi sekarang nggak pernah camping karena nggak ada temennya, huhu.
Makasih mbak info Pantai Kesiratnya. Otw ngepoin ah
LikeLike